Kamis, 01 Mei 2014

REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN



REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN
Mahyuni
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkuran Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin


ABSTRAK
            Penerapan dewan konsiliasi ddalam kasus sipil sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi semua pihak dan juga membatasi proses kasasi, baik proses kasasi secara substansial mauoun procedural. Hal ini dilakukan untuk mendamaikan pihak yang berpakara seperti halnya yang tertuang dalam Pasal 130 HIR/154 R.Bg. Mahkamah Agung melalui instruksi Mahkamah Agung No. I/2002 telah memerintahkan para hakim agar menjadi penengah dalam dewan konsiliasi dan memberikan saran yang menguntungkan bagi semua pihak untuk menyelesaikan perselisihan.

PENDAHULUAN
            Sengketa adalah hal yang terjadi antara dua pihak atu lebih, karena adanya salah satu pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan . Menurut Laura Nader dan Harry F.Todd, menentukan tahapan suatu sengketa, yaitu:
1.      Pertama, pra konflik, yang mendasari rasa tidak puas seseorang.
2.      Kedua, konflik keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang, adanya perasaan tidak puas tersebut.
3.      Ketiga, sengketa dimana konflik tersebut dinyatakan di muka umum atau dengan melibatkan pihak ketiga.
Pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, apakah akan diselesaikan melalui jalur litigasi ( pengadilan) ataupum melalui jalur non-litigasi (di luar pengadilan) dengan menggunakan ADR( Alternatif Dispute Resolution).
Penyelesaian perkara dengan menggunakan ADR mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Penyelesaian sengketa secara litigasi (melalui pengadilan) dianggap terlalu lama dalam proses penyelesaian perkara yang dalam dunia bisnis dianggap tidak menguntungkan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu metode untuk menyelesaikan sengketa afektif dan efisien adalah dengan ADR karena memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan cepat adalah biaya murah. Alternatif penyelesaian sengketa adalah pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Penyelesaian dapat dilakukan sendiri oleh para pihak dalam bentuk negoisasi, dapat pula melalui bantuan pihak ketiga yang netral di luar para pihak yang disebut mediasi, lembaga damai atau konsiliasi melalui arbitrase. Cara penyelesaian sengketa yang dipilih dengan penerapan Lembaga Damai dalam proses perkara perdata dipengadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan keputusan bagi masyarakat pencari keadilan dan dalam rangka pembatasan perkara kasasi yang menumpuk di Mahkamah Agung.


Lembaga Damai atau Konsiliasi
            Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternative yang melibatkan pihak ketiga atau lebih, di mana pihak ketiga yang diikutsertaan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliasi berasal dari bahasa Inggris “ Conciliation “ yang berarti perdamaian. Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur konsiliasi dilaksanakan secara sukarela. Artinya para pihak dapat menempuh cara ini apabila kedua belah pihak setuju, dan pelaksanaannyabersifat rahasia.
            Konsiliasi  pihak-pihak yang bersengketa. Pelaksanaan konsiliasi ini dapat dilaksanakan pada tiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik diluar maupun didalam pengadilan asalkan sengketa tersebut belum mendapat putusan hakim yang diberikan oleh beberapa pakar hukum dinegara-negara Eropa yang mengatakan bahwa konsiliasi adalah langkah awal perdamaian.
            Adapun tahap-tahap konsiliasi yang diterapkan oleh ICC sebagai berikut :
1.      Setelah permohonan diterima oleh secretariat ICC, kepaniteraan pengadilan segera memberitahukan kepada pihak lawan tentang adanya permohonan konsiliasi tersebut.
2.      Jika ia bermaksud berartisipasi dalam konsiliasi tersebut, maka ia segera memberitahukan kepaniteraan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3.       Jika para pihak setuju diadakan penyelesaian sengketa dengan konsiliasi, maka kepaniteraan pengadilan segera menunjukkan seorang konsiliator untuk bertindak dlam menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi.
4.      Selanjutnya konsiliator segera memberitahukan kepada para pihak tentang penunjukkannya dan menetapkan batas waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi masing-masing.
5.      Konsiliator menentukan proses konsiliasi harus dijaga dan juga setiap saat dapat diminta kepada salah satu pihak yang bersengketa untuk menyerahkan informasi tambahan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa.
6.      Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus dijaga dan harus dihormati oleh setiap orang yang terlibat dalam proses konsiliasi, apapun kapasitasnya.
7.      Proses konsiliasi berkahir berdasarkan persetujuan para pihak yang bersengketa, persetujuan ini juga harus tetap bersifat rahasia kecuali ada kesepakatan lain.

ADR di pengadilan dalam bentuk konsiliasi biasanya dihubungkan dengan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang berisi sebagai berikut:
1.      Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak dating, maka Pengadilan Negeri mencoba dengan perantaraan keduanya akan memperdamaikan mereka.
2.      Jika perdamaian yang demikian itu terjadi maka tentang hal-hal yang diperdamaikan diperbuat sebuah akte, dan kedua belah pihak diwajibkan untuk mentaati perjanjian yang diperkuat itu, dan surat (akta) itu akan berkekuatan hukum dan akan diperlakukan sebagai putusan hakim yang biasa
3.      Tentang keputusan yang demikian itu tidak diizinkan orang minta apel.
4.      Jika pada waktu dicoba akan memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu memakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu 
Dituntut peraturan pasal 1851 KUH. Akta yang dimaksud adalah akta van vergelijk atau akta van dading.
            Konsiliasi yang tidak mengikat adalah hal yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan apabila permasalahannya melibatkan para ahli atau masalah hukum, bukan mempermasalahkannya melibatkan para ahli atau masalah hukum bukan mempermasalahkan hal tanggung jawab. Pihak dalam berselisih tersebut adalah badan pemerintah tau pemberi jaminan, para pihak bermaksud untuk tetap menjaga masalahnya tertutup dan rahasia.

PENUTUP
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, penerapan lembaga damai dalam proses perkara dipengadilan dapat dilaksanakan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 sebagai berikut: agar semua majelis hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 HIR/154 R.Bg tidak hanya sekedar formalitas mengajukan perdamaian, Hakim yang ditunjuk bertindak sebagai fasilitator yang membantu para pihak dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data-data dan argumentasi para pihak dalam rangka persiapan kearah perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin A. Tumpa, Arbitrase dan Mediasi , Jakarta, Kerjasama MARI dengan Pusat Pengkajian           Hukum, 2003.
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Kriekhoff, Valerine J.L, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Jakarta, Gramedia Pustaka 1999.
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utana, 2001.

Alamat URL: http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/4%20Mahyuni.pdf

Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar