Kamis, 01 Mei 2014

REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN



REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN
Mahyuni
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkuran Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin


ABSTRAK
            Penerapan dewan konsiliasi ddalam kasus sipil sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi semua pihak dan juga membatasi proses kasasi, baik proses kasasi secara substansial mauoun procedural. Hal ini dilakukan untuk mendamaikan pihak yang berpakara seperti halnya yang tertuang dalam Pasal 130 HIR/154 R.Bg. Mahkamah Agung melalui instruksi Mahkamah Agung No. I/2002 telah memerintahkan para hakim agar menjadi penengah dalam dewan konsiliasi dan memberikan saran yang menguntungkan bagi semua pihak untuk menyelesaikan perselisihan.

PENDAHULUAN
            Sengketa adalah hal yang terjadi antara dua pihak atu lebih, karena adanya salah satu pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan . Menurut Laura Nader dan Harry F.Todd, menentukan tahapan suatu sengketa, yaitu:
1.      Pertama, pra konflik, yang mendasari rasa tidak puas seseorang.
2.      Kedua, konflik keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang, adanya perasaan tidak puas tersebut.
3.      Ketiga, sengketa dimana konflik tersebut dinyatakan di muka umum atau dengan melibatkan pihak ketiga.
Pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, apakah akan diselesaikan melalui jalur litigasi ( pengadilan) ataupum melalui jalur non-litigasi (di luar pengadilan) dengan menggunakan ADR( Alternatif Dispute Resolution).
Penyelesaian perkara dengan menggunakan ADR mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Penyelesaian sengketa secara litigasi (melalui pengadilan) dianggap terlalu lama dalam proses penyelesaian perkara yang dalam dunia bisnis dianggap tidak menguntungkan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu metode untuk menyelesaikan sengketa afektif dan efisien adalah dengan ADR karena memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan cepat adalah biaya murah. Alternatif penyelesaian sengketa adalah pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Penyelesaian dapat dilakukan sendiri oleh para pihak dalam bentuk negoisasi, dapat pula melalui bantuan pihak ketiga yang netral di luar para pihak yang disebut mediasi, lembaga damai atau konsiliasi melalui arbitrase. Cara penyelesaian sengketa yang dipilih dengan penerapan Lembaga Damai dalam proses perkara perdata dipengadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan keputusan bagi masyarakat pencari keadilan dan dalam rangka pembatasan perkara kasasi yang menumpuk di Mahkamah Agung.


Lembaga Damai atau Konsiliasi
            Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternative yang melibatkan pihak ketiga atau lebih, di mana pihak ketiga yang diikutsertaan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliasi berasal dari bahasa Inggris “ Conciliation “ yang berarti perdamaian. Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur konsiliasi dilaksanakan secara sukarela. Artinya para pihak dapat menempuh cara ini apabila kedua belah pihak setuju, dan pelaksanaannyabersifat rahasia.
            Konsiliasi  pihak-pihak yang bersengketa. Pelaksanaan konsiliasi ini dapat dilaksanakan pada tiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik diluar maupun didalam pengadilan asalkan sengketa tersebut belum mendapat putusan hakim yang diberikan oleh beberapa pakar hukum dinegara-negara Eropa yang mengatakan bahwa konsiliasi adalah langkah awal perdamaian.
            Adapun tahap-tahap konsiliasi yang diterapkan oleh ICC sebagai berikut :
1.      Setelah permohonan diterima oleh secretariat ICC, kepaniteraan pengadilan segera memberitahukan kepada pihak lawan tentang adanya permohonan konsiliasi tersebut.
2.      Jika ia bermaksud berartisipasi dalam konsiliasi tersebut, maka ia segera memberitahukan kepaniteraan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3.       Jika para pihak setuju diadakan penyelesaian sengketa dengan konsiliasi, maka kepaniteraan pengadilan segera menunjukkan seorang konsiliator untuk bertindak dlam menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi.
4.      Selanjutnya konsiliator segera memberitahukan kepada para pihak tentang penunjukkannya dan menetapkan batas waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi masing-masing.
5.      Konsiliator menentukan proses konsiliasi harus dijaga dan juga setiap saat dapat diminta kepada salah satu pihak yang bersengketa untuk menyerahkan informasi tambahan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa.
6.      Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus dijaga dan harus dihormati oleh setiap orang yang terlibat dalam proses konsiliasi, apapun kapasitasnya.
7.      Proses konsiliasi berkahir berdasarkan persetujuan para pihak yang bersengketa, persetujuan ini juga harus tetap bersifat rahasia kecuali ada kesepakatan lain.

ADR di pengadilan dalam bentuk konsiliasi biasanya dihubungkan dengan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang berisi sebagai berikut:
1.      Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak dating, maka Pengadilan Negeri mencoba dengan perantaraan keduanya akan memperdamaikan mereka.
2.      Jika perdamaian yang demikian itu terjadi maka tentang hal-hal yang diperdamaikan diperbuat sebuah akte, dan kedua belah pihak diwajibkan untuk mentaati perjanjian yang diperkuat itu, dan surat (akta) itu akan berkekuatan hukum dan akan diperlakukan sebagai putusan hakim yang biasa
3.      Tentang keputusan yang demikian itu tidak diizinkan orang minta apel.
4.      Jika pada waktu dicoba akan memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu memakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu 
Dituntut peraturan pasal 1851 KUH. Akta yang dimaksud adalah akta van vergelijk atau akta van dading.
            Konsiliasi yang tidak mengikat adalah hal yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan apabila permasalahannya melibatkan para ahli atau masalah hukum, bukan mempermasalahkannya melibatkan para ahli atau masalah hukum bukan mempermasalahkan hal tanggung jawab. Pihak dalam berselisih tersebut adalah badan pemerintah tau pemberi jaminan, para pihak bermaksud untuk tetap menjaga masalahnya tertutup dan rahasia.

PENUTUP
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, penerapan lembaga damai dalam proses perkara dipengadilan dapat dilaksanakan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 sebagai berikut: agar semua majelis hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 HIR/154 R.Bg tidak hanya sekedar formalitas mengajukan perdamaian, Hakim yang ditunjuk bertindak sebagai fasilitator yang membantu para pihak dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data-data dan argumentasi para pihak dalam rangka persiapan kearah perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin A. Tumpa, Arbitrase dan Mediasi , Jakarta, Kerjasama MARI dengan Pusat Pengkajian           Hukum, 2003.
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Kriekhoff, Valerine J.L, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Jakarta, Gramedia Pustaka 1999.
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utana, 2001.

Alamat URL: http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/4%20Mahyuni.pdf

Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)

Riview : KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG HUKUM PERDATA



Riview : KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG HUKUM PERDATA
Andreas Bintoro Dewanto
Dosen Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi-Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK
Uraian ini berusaha menunjukkan arti penting gagasan Kollewijin tentang unifikasi Hukum Perdata Internasional. Sudargo Gautama sangat mendukung perwujudan gagasan ini. Bagi dia, keikutsertaan Indonesia dalam konverensi-konverensi Internasional bukanlah masalah gengsi akan tetapi masalah kebutuhan nyata. Amerika Serikat memberikan sumbangan besar dalam penerimaan Konvensi tentang Administrasi Nasional dari warisan-warisan dan konvensi tentang Product Liability.

LATAR BELAKANG
 Dalam pidato Dies Universitas Indonesia pada tanggal 10 Februari 1973, Sudargo Gautama mengingatkan kembali kepada gagasan yang pernah diucapkan oleh Kollenwijn 44 tahun sebelumnya. Gagasan kollewijn ini bnyak dibicarakan oleh para pakar lainnya dan bahkan prinsip-prinsip yang dikedepankannya itu diterima dalam lingkungan kerjasama unifikasi di bidang hukum perdata internasional pada Konverensi Hukum Perdata Internasional di Den Haag.
            Dalam bidang Hukum Perdata mengenal dua prinsip yaitu:
1.      Prinsip nasionalitas yang mengkaitkan status personil seseorang kepada hukum nasionalnya. Artinya hukum yang ditentukan oleh kewarganegaraannya.
2.      Prinsip domisili yang menentukan bahwa domisili atau tempat kediaman seseorang menurut hukumlah yang menentukan status personilnya.

Banyaknya sistem hukum perdata innternasional sama dengan banyaknya Negara yang merdeka didunia ini. Sistem hukum yang dianut di tiap Negara bersifat nasional dan seringkali berbeda atau bertentangan satu sama lain. Ada dua cara unifikasi yang kita kenal ialah:
1.      Mengunifikasikan seluruh sistem hukum Negara-negara yang turut menandatangani suatu konvensi yang berkaitan dengan masalah inifikasi ini.
2.      Menyeragamkan kaidah-kaidah hukum internasionalnya saja. Untuk masalah tertentu dipakai kaidah-kaidah hukum perdata internasional yang sama, maka persoalan hukum perdata internasional akan diselesaikan dengan seragam.

PEMBAHASAN
Unifikasi HPI suatu Usaha yang Mulia
            Usaha untuk mewujudkan Unifikasi Hukum Perdata Internasional telah dimulai sejak tahun 1893 di Den Haag. Konverensi-konverensi HPI di Den Haag pada mulanya masih bersifat konverensi diplomatik untuk menjajaki kemungkinan mengadakan unifikasi kaidah-kaidah HPI.  
            Banyaknya kaidah yang tercantum dalam konvensi yang diterima oleh konverensi-konverensi Den Haag, diikuti bukan sja oleh Negara peserta, tetapi juga Negara yang bukan peserta. Dibawah ini dituliskan beberapa konvensi yang bertujuan melancarkan lalu lintas hukum internasional (rechtsverkeer):
1.      Convention on the taking of evidence aboard in Civil or Comemersial matters (1986).
2.      Convention relating to civil procedure (1954).
3.      Convention on the Service Aboard of Judical and Extrajudicaial document incivil or commercial matters (1965).
4.      Convention abolishing the requirement of legilisation for foreign public documents (1961).
5.      Convention on the recognition ang execution of foreign judgements in civil and commercial matters (1966) and Supplementary Protocol.
6.      Convention on Testamentary dispositions (1961).
7.      Convention on the choice of court (1965).

Indonesia dan Konverensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XI
            Indonesia untuk pertama kalinya turut serta sebagai pengamat dalam Konverensi Den Haag XI untuk HPI. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Sudargo Gautama dan anggota lainnya ilah Teuku M. Radhie, Situmorang, Ko Swan Sik. Ada 4 komisi dalam siding XI Konverensi Den Haag ini yaitu:
1.      Komisi I           : Konvensi tentang pengakuan perceraian dan hidup terpisah.
2.      Komisi II          : Tentang hukum yang berlaku untuk kecelakaan Internasional.
3.      Komisi III         : Tentang cara-cara pembuktian diluar negeri.
4.      Komisi IV         : Tentang maslah-maslah umum dan di masa yang akan dating.
Konvensi- konvensi hasil kerja komisi tersebut kemudian dituangkan dalam Final Act yang ditanda tangani oleh semua  anggota yang hadir, termasuk juga pengamat dari Indonesia. Prof. S., Gautama berpendapat bahwa kita perlu memperhatikan dan mengkaji dengan seksama semua hasil inifikasi konverensi-konverensi HPI Den Haag dan memilahkan mana yang dapat diterima dan dimanfaatkan Negara kita.
Dengan bertambahnya keanggotaan timbullah optimism untuk mencapai unifikasi sedunia pada peraturan Hukum Perdata Internasional. Secara operasional, tujuan ini  hendak dicapai melalui konvensi internasional di kalangan anggotanya.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Internasional
            Sejak adanya penanaman modal asing di Indonesia, sejak itu adanya suatu perjanjian yang bersifat internasional yang termasuk dalam Hukum Perdata Internasional.

Pilihan Hukum
            Pada awalnya orang menyepakati bahwa dalam perjanjian internasional, hukum yang berlaku ialah hukum yang dipilih oleh para pihak sendiri. Para sarjana semua setuju bahwa hukum telah dipilih oleh para pihak yang pertama-tama harus dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional.

Batas-batas
            Pilihan hukum ini ada batasnya, yaitu yang dikenal dengan istilah “ketertiban” dalam HPI. Ketertiban hukum ini ada batasnya, yaitu hanya dipakai sebagai perisai sebagai perisai bukan sebagai pedang.
           
Konverensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XII (1972)
            Pada Konverensi Hukum Perdata Internasional ini, Indonesia masih sebagai pengamat. Para pihak banyak berharap bahwa nantinya Indonesia akan menjadi anggota penuh. Semula konverensi Den Haag mempunyai tujuan untuk secara progresif mengadakan unifikasi dan kodifikasi Hukum Perdata Internasional.
Dibawah ini duraikan konvensi secara singkat yang penting hasil konverensi HPI Den Haag XII.
Konvensi tentang administrasi Internasional dari warisan-warisan. Konvensi ini merupakan hasil perjuangan yang lama, sebab sudah sejak tahun 1960 masalah ini telah disarankan untuk dibahas. Kesulitan pengurusan harta warisan timbul, karena pengaturan tentang hal ini di berbagai Negara berbeda-beda. Di Negara Common Law, pengadilan secara aktif mengurusnya, sedangkan di Civil Law, pengadilan bersifat pasif.

Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Products Liability
            Konvensi tentang products liability juga merupakan bukti sumbangan besar diberikan A.S di bidang HPI. Dalam konvensi Den Haag tahun 1972 tentang hukum yang berlaku untuk product liability ditentukan bahwa hukum yang berlaku ialah hukum intern dari Negara setempat terjadinya perbuatan melanggar hukum yang bersangkutan.

Konvensi tentang Pengakuan dan Pengakuan dan Pelaksanaan  dari Keputusan-keputusan Kewajiban Membayar Alimentasi
            Konvensi mengenai kewajiban membayar alimentasi ini merupakan kelanjutan dari konvensi 1956 yaitu konvensi mengenai persoalan hukum mana yang harus diberlakukan dan konvensi mengenai pengakuan dan pelaksanaan keputusan-keputusan alimentasi tersebut.

Daftar Pustaka
Gautama, S. (1983), Capita Selecta Hukum Perdata Internsional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1985), Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1986), Indonesia Dan Arbitrase Internasional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1987), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta : Binacipta.
Gautama, S. (1987a), Hukum Perdata Internsional Indonesia_,Jilid II bagian 2 Buku kedelapan, Bandung : Alumni.
________, Majalah Interview, Edisi 19,30 Januari 2001.

Almat URL: http://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/8-15-1-pb.pdf

Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)

Review : PEMERINTAH SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG ATAU JASA



Review : PEMERINTAH SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG ATAU JASA
Oleh: Sarah S. Kuahaty
ABSTRACT
Dalam pembagiannya subjek hokum Perdata terdiri atas manusia(naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam perkembangannya, ternyata pemerintah yang adalah lembaga publik dapat juga melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapat dibuktikan dengan terlibatnya pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa. Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum.

LATAR BALAKANG
            Hukum klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu  hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
            Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum. Adapun yang dimaksud dengan subjek hukum disini adalah subjek hukum perdata.

PEMBAHASAN
1.      Subjek Hukum Perdata
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Lazimnya dalam hukum dikenal dengan istilah subjek hukum. Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Karena masih ada subjek hukumlainnya yaitu segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban, termasuk apa yang disebut badan hukum. Istlah Subjek Hukum berasal dari terjamahan rechsubject (Belanda) atau law of subject (Inggris)
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting didalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataa, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum. Didalam berbagai literatur dikenal 2 (dua) macam subjek hukum yaitu manusia dan badan hukum.
Orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang-orang yang telah dewasa dan/atau sudah kawin. Sedangakan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 BW). Menurut Rochmat Soemitro adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Menurut Sri Soedewi Masjchoen yang dikutip dari Salim H S berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bekerja bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan.

2.      Kedudukan Pemerintah
            Dalam perspektif hukum public Negara adalah organisasi jabatan. Menurut P Nicolai ada beberapa ciri yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintahan yaitu:
1.      Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggungjawab sendiri, yang dalam pengertian modern diletakkan sebagai pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau tanggungjawab pemerintah sendiri dihadapan hakim. Organ pemerintah adalah pemikul kewajiban tanggungjawab).
2.      Pelaksaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding atau perlawanan.
3.      Di samping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang tidak puas, artinya sebagai penggugat.
4.      Prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ pemerintahan merupakan bagian alat dari badan hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya.
3.      Pemerintah Sebagai Subject Hukum Perdata Dalam Kontrak Pengadaan Barang Atau Jasa
            Dalam pengadaan barang-barang atau jasa, pemerintah akan membingkai hubungan hukum dengan penyedia barang atau jasanya dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau kontak pengadaan jasa. Pemerintah menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak. Pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasanya, walaupun pemerintah merupakan lembaga yang melakuakan tindakan-tindakan yang bersifat mengaatur (regulator). Hal ini dikarenkan dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama.
            Pemerintah sebagai salah satu subjek hukum dalam tindakan perdata, maka pemerintah merupakan badan hukum, karena menurut Apeldoorn Negara, propinsi, kotapraja, dan lain sebagainya adalah badan hukum. Hanya saja pendiriannya tidak dilakukan secara khusus, melainkan tumbuh secara historis. Pemerintah dianggap sebagai badan hukum, kerena pemerintah menjalankan kegiatan komersial.
Cara pendirian badan hukum tersebut yang digariskan oleh pasal 1653 BW, maka menurut Chidir Ali ada 3 (tiga) bentuk badan hukum, yaitu:
a.      Badan hukum yang diadakan oleh kepentingan umum (pemerinah atau negara), termasuk badan-badan hukum politik seperti propinsi, daerah swapraja kabupaten dan sebagainya.
b.      Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.
c.       Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.
Bentuk yang ketiga merupakan badan hukum yang disebut dengan badan hukum keperdataan. Sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang dan jasa. Kedudukan pemerintah dalam kontrak juga tidak memiliki kedudukan yang istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.

PENUTUP
Kesimpulan
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting didalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya dapat mempunyai wewenang hukum untuk dapat melakukan perbuatan hukum. Didalam sunjek hukum perdata dikenal 2(dua) subjek hukum yaitu manusia dan badan hukum. Negara dalam perspektif hukum sebagai badan hukum publik. Tindakan hukum badan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah sebagaimana manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum.




DAFTAR PUSTAKA
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 2005;
Daliyo, J. B,et.all, Pengantar Ilmu Hukum, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992;
Philipus M. Hadjon, et.all., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta;
L. J van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Noor Komala, Jakarta, 1982;
Salim H. S. Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta,2008;
Simamora,Yohanes Sogar, Pembentukan Dan Pelaksanaan Kontrak Pengadaan, Seminar Nasional Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2006;
Soemitro, Rochmat, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Bandung, 1993;
Alamat url : http://www.share-pdf.com/cd5bc7a1c7ff49f4aad845e807580d77/pemerintah%20sebagai%20subyek%20hukum%20pedata.pdf
Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)