Minggu, 15 Mei 2016

Kasus Akuntansi Internasional



Kasus :
Adanya motivasi dilakukannya penelitian ini adalah karena teori-teori yang berkaitan dengan dampak pengadopsian IFRS terhadap income smoothing masih mempunyai dukungan yang sangat kurang sehingga peneliti memandang masih perlu adanya dukungan teori atas fenomena dampak pengadopsian IFRS terhadap income smoothing ini.
Selain itu, makin maraknya multinational company yang beroperasi di negara-negara Asia menyebabkan
tuntutan panggunaan standar pelaporan yang berlaku secara internasional. Sementara dalam hal konvergensi IFRS, negara-negara di Asia terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah negara yang sudah menerapkan IFRS, contohnya : Singapura. Kelompok kedua adalah negara yang sedang dalam tahap pengadopsian IFRS, contohnya : Indonesia. Sedangkan kelompok ketiga adalah negara yang tidak mengatur tentang penerapan IFRS, contohnya: Cina. Adanya perbedaan dalam menyikapi tuntutan konvergensi IFRS ini menambah ketertarikan penulis untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

Pembahasan :
IFRS (International Financial Reporting Standard)IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang
disusun oleh International Accounting Standards Board (IASB),yang pada awal terbentuknya bernama
International Accounting Standards Committee(IASC). IASC dibentuk di London, Inggris pada tahun
1973 di saat sedang terjadi perubahan mendasar pada peraturan berkaitan dengan akuntansi.
Natawidyana (2008) menyatakan bahwa sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS
sebelumnya merupakan International Accounting Standars(IAS). Berdasarkan I
FRS untuk Komite Audit, ada beberapa pertimbangan untuk membuat laporan keuangan berdasarkan IFRS, antara lain :
1.Perusahaan-perusahaan multinasional akan mendapat keuntungan dari digunakannya sistem
pelaporan keuangan yang sama
2.IFRS akan mempermudah dalam memperbandingkan laporan keuangan diantara beberapa
perusahaan
3.IFRS dimaksudkan untuk memfasilitasi investasi antar negara dan akses terhadap pasar modal secara global. Secara umum, negara-negara di Asia terbagi dalam tiga kelompok dalam hal konvergensi
IFRS. Kelompok pertama adalah negara-negara yang sudah menerapkan IFRS, seperti Hong Kong dan Singapura. Kelompok kedua adalah negara-negara yang sedang dalam tahap pengadopsian IFRS, seperti Korea, Jepang, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan India. Sedangkan kelompok ketiga adalah negara yang tidak mengatur tentang penerapan IFRS, seperti Cina dan Vietnam.Penelitian ini akan mengambil sampel satu negara dari masing-masing kelompok tersebut.Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dari negara Indonesia, Singapura, dan Cina.

Manajemen LabaSchipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi yang memiliki tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal demi mendapatkan keuntungan
pribadi. Manajemen laba akan mengakibatkan laba tidak sesuai dengan realitas ekonomi yang
ada sehingga kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi lebih karena keinginan manajemen untuk
memperlihatkan sedemikian rupa sehingga kinerjanya dapat terlihat baik.
Ada beberapa bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan manajer, antara lain (Scott,
2009) :

1.Taking a bath
Taking a bath dilakukan denganmengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang, akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi.
2.Income minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3.Income maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar.
4.Income smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.

Income Smoothing
Seperti diuraikan di atas, salah satu bentuk manajemen laba adalah income smoothing. Eckel (1981) menyebutkan bahwa ada 2 (dua) jenis income smoothing, yaitu
natural smoothing dan intentionally smoothed by management.
Natural smoothing menunjukkan pendapatan yang secara alamiah mempunyai fluktuasi pendapatan yang rendah, sehingga bisa dikatakan merata. Sedangkan intentionally smoothed by management
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah income smoothing yang dilakukan oleh manajemen dengan secara aktual mengevaluasi dan menentukan transaksi yang akan diambil atau tidak berdasarkan pengaruh perataannya pada pendapatan
(smooth effect),sedang artificial smoothing adalah smoothing yang dilakukan oleh manajemen untuk
memperbaiki penampilan laporan keuangan dengan memanipulasinya. Manipulasi ini tidak mencerminkan transaksi yang menjadi dasar laporan (underlying transaction)


Kualitas Audit
De Angelo (1981) dalam Djamil (2010) mendefinisikan audit quality (kualitas audit)
sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit. De Angelo (1981)
berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran dari
perusahaan audit, dengan proksi untuk ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk menyajikan
kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan audit yang kecil. Caramians dan
Lennox (2008) dalam Tsalaouvotas et al.(2010) menyatakan bahwa big 5 audit firms memiliki jam kerja yang lebih tinggi (audit efforts) daripada kantor audit yang non big 5, sehingga dengan jam kerja yang lebih tinggi ini ditemukan bahwa earning management yang mempengaruhi kualitas akuntansi semakin rendah. Hipotesis Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti pengaruh standar
akuntansi, terutama dengan diadopsinya IFRS (baik secara sukarela maupun diwajibkan) terhadapkinerja keuangan perusahaan. Barth et al.(2008) meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS dengan menggunakan sampel sebanyak 327 perusah
aan di 21 negara yang telah mengadopsi IAS secara sukarela antara tahun 1994 dan 2003. Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa setelah diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu,
dibandingkan dengan masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan local GAAP.
Morais dan Curto (2008) meneliti apakah pengadopsian IFRS di Portugal berdampak terhadap meningkatnya kualitas laba dan relevansi nilai dari data akuntansi dari 34 perusahaan Portugal yang terdaftar di bursa sebelum pengadopsian IFRS (tahun 1995-2004) dan setelah pengadopsian IFRS (tahun 2004-2005). Mereka menemukan bahwa selama periode ketika perusahaan mengadopsi IFRS, perusahaan lebih sedikit melakukan earning smoothing. Iatridis dan Rouvolis (2010) meneliti dampak transisi dari Greek GAAP dan IFRS terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Yunani yang terdaftar di bursa.

Penelitian ini menemukan bahwa meskipun dampak pengadopsian IFRS pada tahun pertama pengadopsian kurang baik, yang mungkin diakibatkan biaya transisi ke IFRS, namun kualitas laporan keuangan perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan pada periode-periode selanjutnya.
Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) meneliti apakah pengadopsian IFRS secara sukarela ada hubungannya dengan manajemen laba yang lebih rendah. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan
-perusahaan di Jerman dari tahun 1999 sampai 2001. Penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan yangmengadopsi IFRS secara sukarela memiliki discretionary accrual yang lebih tinggi dan hubungan negatif antara akrual dan arus kas operasi yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang membuat laporan dengan menggunakan German GAAP. Jeanjean dan Stolowy (2008) meneliti dampak keharusan mengadopsi IFRS terhadap manajemen laba dengan mengobservasi 1146 perusahaan dari Australia, Prancis, dan UK mulai tahun 2005 hingga 2006. Mereka menemukan bahwa manajemen laba di negara-negara tersebut tidak mengalami penurunan setelah adanya keharusan mengadopsi IFRS, dan bahkan meningkat untuk Prancis. Lin dan Paananen (2007) meneliti karakteristik akuntansi perusahaan-
perusahaan di Jerman yang membuat pelaporan keuangan berdasarkan IAS selama tahun 2000-
2002 (periode IAS)serta IFRS selama tahun 2003-2004 (periode IFRS secara sukarela) dan 2005-2006(periode IFRS sebagai keharusan). Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa terjadi penurunan
kualitas akuntansi setelah adanya keharusan pengadopsian IFRS pada tahun 2005 dan mengindikasikan tidak ada peningkatan pada kualitas akuntansi, bahkan dapat dikatakan kualitas
akuntansi memburuk dari waktu ke waktu.
Chen et al. (2010) meneliti pengaruh IFRS terhadap kualitas akuntansi di negara-negara Uni Eropa. Mereka membandingkan kualitas akuntansi dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa di 15 negara anggota Uni Eropa sebelum dan setelah dilakukannya pengadopsian IFRS secara penuh pada tahun 2005. Penelitian ini menggunakan lima indikator sebagai proxy bagi kualitas akuntansi, dan menemukan bahwa terjadi peningkatan pada sebagian besar indikator tersebut setelah pengadopsian IFRS di Uni Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan lebih sedikitnya pengaturan laba dengan target tertentu,
absolute discretionary accrual yang jauh lebih rendah, dan kualitas akrual yang lebih tinggi. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa perusahaan lebih banyak melakukan earning smoothing dan lebih tidak tepat waktu dalam mengakui kerugian yang nilainya besar pada periode setelah IFRS.


Jumat, 29 April 2016

Tugas Softskill 3-Akuntansi Internasional (Rangkuman PSAK 1)



Nama : Aristya Grace Novanda
Kelas : 4EB16
NPM :21212154
INTISARI PSAK NO. 1 TAHUN 2015
PSAK merupakan standar untuk pelaporan keuangan yang ada di Indonesia. Dijadikan sebagai pedoman bagi akuntan dalam membuat laporan keuangan.
Dalam ruang lingkup terdapat entitas untuk menyajikan dan menyusun laporan keuangan yang bertujuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
Kelalaian dalam mencatat atau kesalahan yang biasa terjadi dalam mencatat pos-pos laporan keuangan  adalah materil, baik secara sendiri maupun bersama. Materialistis tergantung pada ukuran dan sifat dari kesalahan dalam mencantumkan atau kesalahan dalam pencatatan tersebut. Ukuran sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya menjadi factor penentu.
 Akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsurunsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehesif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan equitas dan laporan arus kas.
Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya.
Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas.
Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain.
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik.
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangannta dan arus kas suatu entitas. Entitas yang laporan keuangannya selah patuh pada
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
Ada beberapa point mengenai perubahan atau perbedaan dari amandemen PSAK 1 mengenai PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN tentang PRAKARSA PENGUNGKAPAN dengan PSAK 1 (Revisi 2014) mengenai PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN, diantaranya adalah:
  1. Mengenai materialitas dan penggabungan (paragraf 30A-31)
Hal ini tidak diatur dalam PSAK 1 (revisi 2014) namun didalam amandemen PSAK 1 ditegaskan bahwa:
  • Entitas tidak memisahkan atau menggabungkan informasi hanya untuk menghilangkan informasi yang berguna
  • Persyaratan materialitas diterapkan pada semua jenis laporan keuangan. Dimana jenis laporan keuangan antara lain laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan.
  1. Mengenai informasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain (paragraf 55, 55A, 82A, 85 dan 85A-85B)
Dalam hal ini ada beberapa perbedaan dari PSAK 1 (revisi 2014) dan amandemen PSAK 1, diantaranya adalah:
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak menetapkan bahwa penyajian pos-pos tambahan dalam laporan keuangan dapat dipisahkan, sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi bahwa penyajian pos-pos tambahan dalam laporan keuangan dapat dipisahkan.
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak mengatur persyaratan penyajian subtotal, sementara pada amandemen PSAK 1 menetapkan persyaratan penyajian subtotal sesuai dengan paragraf 55 dalam laporan posisi keuangan dan paragraf 85 dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, termasuk rekonsiliasi subtotal tambahan dengan subtotal yang disyaratkan oleh PSAK.
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak menetapkan pemisahan penyajian informasi dalam bagian penghasilan komprehensif lain yang diklarifikasikan berdasarkan sifat dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang dicatat menggunakan metode ekuitas, sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi pemisahan informasi bagian penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang dicatat menggunakan metode ekuitas.
  1. Mengenai struktur catatan atas laporan keuangan (paragraf 114)
Dalam hal ini, PSAK 1 (revisi 2014) menyatakan bahwa pada paragraf 115 menetapkan urutan pos-pos dalam catatan atas laporan keuangan pada kondisi tertentu. Sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi bahwa entitas memiliki fleksibilitas terkait urutan sistematis catatan atas laporan keuangan dengan menghapus paragraf 115.
  1. Mengenai pengungkapan kebijakan akuntansi (paragraf 120)
Pada PSAK 1 (revisi 2014) paragraf 120 memberikan panduan pengungkapan kebijakan akuntansi signifikan dengan mempertimbangkan sifat kegiatan operasinya, sementara pada amandemen PSAK 1 menghapus panduan PSAK 1 (revisi 2014) paragraf 120 dalam mengidentifikasi kebijakan akuntansi signifikan.