Minggu, 05 Oktober 2014

tugas softskill bahasa indonesia 2 "artikel kesehatan"

Masalah kesehataan di Indonesia perlu dibagi men jadi  beberapa kelompok yaitu perilaku kesehatan, lingkungan genetik dan pelayanan kesehatan. Masalah kesehatan menimbulkan berbagai masalah lanjutan. Masalah tersebut dan kelompok pekerja. Masalah kesehatan di Indonesia menurut dengan adanya penyakit Ebola. Penyakit Ebola adalah penyakit mematikan disebabkan keluarga virus Filoviridae. Virus filoviridae tersebut menyerang pada hewan mamalia yaitu orang utan. penyakit, disertai virus penyebaran virus yang sangat cepat. Penyakit Ebola tersebut menyebar antar manusia melalui kontak dengan cairan tubuh, seperti; bersin, batuk dan jarum. Penyakit Ebola tersebut lebih berbahaya dari HIV AIDS. Penyakit Ebola ini lebih mudah menyerang tubuh manusia jika kekebalan tubuhnya menurun.

Penyebab gejala penyakit Ebola yaitu virus Ebola, pola hidup tidak sehat, sistem kekebalan tubuh lemah dan kontak langsung dengan penderita penyakit Ebola. Gejala penyakit Ebola tersebut yaitu diare, mual,pusing, demam, muntah, kelelahan, sakit kepala, panas dingin, radang sendi, sakit punggung, sakit tenggorokan, pembengkakan pada mata,pembengkakan pada alat kelamin, pendarahan pada mulut dan dubur, pendarahan dari mata,telinga, hidung dan bintik merah pada seluruh tubuh yang mengandung darah.

Pengobatan pada gejala penyakit Ebola belum ada obat yang 100% dapat menyembuhkan dengan total. Pengobatan gejala Ebola dilakukan dengan antivirus untuk melawan virus menyerang semakin banyak. Penderita dirawat dirumah sakit secara intensif dengan obat-obatan untuk dapat bertahan melawan virus. Penderita memerlukan tranfusi darah untuk mengganti darah yang sudah keluar. Pencegahan dapat dilakukan  dengan tidak bersentuhan langsung dengan penderita. Pencegahan dapat ditanggulangi dengan menjaga kesehatan, meningkatkan tubuh dan dari serangan virus bakteri.

Analisis
Sehat merupakan kondisi optimal fisik, mental dan social seseorang untuk dapat berproduktivitas. Kondisi sehat tersebut dilihat dari dimensi produksi, dan dimensi konsumsi. Dimensi produksi merupakan keadaan sehat modal produksi dan prakondisi seseorang untuk dapat beraktifitas yang produktif. Dimensi konsumsi merupakan manfaat sehat yang dibutuhkan setiap manusia untuk dinikmati sehingga perlu disyukuri . Dimensi tersubut melahirkan pemahaman manusia untuk memelihara, meningkatkan derajat kesehatan agar terhindar dari masalah kesehatan. Kesehatan adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, mempromosikan kesehatan dan efisiensi dengan menggerakan potensi. Kesehatan tersebut memiliki keterkaitan dengan perubahan perilaku sehat akan lebih terbentuk dan bertahan jika dilandasi kesadaran sendiri. Beberapa cara untuk menjag a kesehatan:
·         Berolahraga setiap hari
·         Banyak minum air putih
·         Makan makanan yang sehat
·         Mencuci tagan sebelum makan
·         Beristirahat yang cukup

Kamis, 01 Mei 2014

REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN



REVIEW : LEMBAGA DAMAI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN
Mahyuni
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkuran Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin


ABSTRAK
            Penerapan dewan konsiliasi ddalam kasus sipil sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi semua pihak dan juga membatasi proses kasasi, baik proses kasasi secara substansial mauoun procedural. Hal ini dilakukan untuk mendamaikan pihak yang berpakara seperti halnya yang tertuang dalam Pasal 130 HIR/154 R.Bg. Mahkamah Agung melalui instruksi Mahkamah Agung No. I/2002 telah memerintahkan para hakim agar menjadi penengah dalam dewan konsiliasi dan memberikan saran yang menguntungkan bagi semua pihak untuk menyelesaikan perselisihan.

PENDAHULUAN
            Sengketa adalah hal yang terjadi antara dua pihak atu lebih, karena adanya salah satu pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan . Menurut Laura Nader dan Harry F.Todd, menentukan tahapan suatu sengketa, yaitu:
1.      Pertama, pra konflik, yang mendasari rasa tidak puas seseorang.
2.      Kedua, konflik keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang, adanya perasaan tidak puas tersebut.
3.      Ketiga, sengketa dimana konflik tersebut dinyatakan di muka umum atau dengan melibatkan pihak ketiga.
Pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, apakah akan diselesaikan melalui jalur litigasi ( pengadilan) ataupum melalui jalur non-litigasi (di luar pengadilan) dengan menggunakan ADR( Alternatif Dispute Resolution).
Penyelesaian perkara dengan menggunakan ADR mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Penyelesaian sengketa secara litigasi (melalui pengadilan) dianggap terlalu lama dalam proses penyelesaian perkara yang dalam dunia bisnis dianggap tidak menguntungkan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu metode untuk menyelesaikan sengketa afektif dan efisien adalah dengan ADR karena memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan cepat adalah biaya murah. Alternatif penyelesaian sengketa adalah pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Penyelesaian dapat dilakukan sendiri oleh para pihak dalam bentuk negoisasi, dapat pula melalui bantuan pihak ketiga yang netral di luar para pihak yang disebut mediasi, lembaga damai atau konsiliasi melalui arbitrase. Cara penyelesaian sengketa yang dipilih dengan penerapan Lembaga Damai dalam proses perkara perdata dipengadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan keputusan bagi masyarakat pencari keadilan dan dalam rangka pembatasan perkara kasasi yang menumpuk di Mahkamah Agung.


Lembaga Damai atau Konsiliasi
            Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternative yang melibatkan pihak ketiga atau lebih, di mana pihak ketiga yang diikutsertaan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliasi berasal dari bahasa Inggris “ Conciliation “ yang berarti perdamaian. Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur konsiliasi dilaksanakan secara sukarela. Artinya para pihak dapat menempuh cara ini apabila kedua belah pihak setuju, dan pelaksanaannyabersifat rahasia.
            Konsiliasi  pihak-pihak yang bersengketa. Pelaksanaan konsiliasi ini dapat dilaksanakan pada tiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik diluar maupun didalam pengadilan asalkan sengketa tersebut belum mendapat putusan hakim yang diberikan oleh beberapa pakar hukum dinegara-negara Eropa yang mengatakan bahwa konsiliasi adalah langkah awal perdamaian.
            Adapun tahap-tahap konsiliasi yang diterapkan oleh ICC sebagai berikut :
1.      Setelah permohonan diterima oleh secretariat ICC, kepaniteraan pengadilan segera memberitahukan kepada pihak lawan tentang adanya permohonan konsiliasi tersebut.
2.      Jika ia bermaksud berartisipasi dalam konsiliasi tersebut, maka ia segera memberitahukan kepaniteraan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3.       Jika para pihak setuju diadakan penyelesaian sengketa dengan konsiliasi, maka kepaniteraan pengadilan segera menunjukkan seorang konsiliator untuk bertindak dlam menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi.
4.      Selanjutnya konsiliator segera memberitahukan kepada para pihak tentang penunjukkannya dan menetapkan batas waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi masing-masing.
5.      Konsiliator menentukan proses konsiliasi harus dijaga dan juga setiap saat dapat diminta kepada salah satu pihak yang bersengketa untuk menyerahkan informasi tambahan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa.
6.      Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus dijaga dan harus dihormati oleh setiap orang yang terlibat dalam proses konsiliasi, apapun kapasitasnya.
7.      Proses konsiliasi berkahir berdasarkan persetujuan para pihak yang bersengketa, persetujuan ini juga harus tetap bersifat rahasia kecuali ada kesepakatan lain.

ADR di pengadilan dalam bentuk konsiliasi biasanya dihubungkan dengan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang berisi sebagai berikut:
1.      Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak dating, maka Pengadilan Negeri mencoba dengan perantaraan keduanya akan memperdamaikan mereka.
2.      Jika perdamaian yang demikian itu terjadi maka tentang hal-hal yang diperdamaikan diperbuat sebuah akte, dan kedua belah pihak diwajibkan untuk mentaati perjanjian yang diperkuat itu, dan surat (akta) itu akan berkekuatan hukum dan akan diperlakukan sebagai putusan hakim yang biasa
3.      Tentang keputusan yang demikian itu tidak diizinkan orang minta apel.
4.      Jika pada waktu dicoba akan memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu memakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu 
Dituntut peraturan pasal 1851 KUH. Akta yang dimaksud adalah akta van vergelijk atau akta van dading.
            Konsiliasi yang tidak mengikat adalah hal yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan apabila permasalahannya melibatkan para ahli atau masalah hukum, bukan mempermasalahkannya melibatkan para ahli atau masalah hukum bukan mempermasalahkan hal tanggung jawab. Pihak dalam berselisih tersebut adalah badan pemerintah tau pemberi jaminan, para pihak bermaksud untuk tetap menjaga masalahnya tertutup dan rahasia.

PENUTUP
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, penerapan lembaga damai dalam proses perkara dipengadilan dapat dilaksanakan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 sebagai berikut: agar semua majelis hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 HIR/154 R.Bg tidak hanya sekedar formalitas mengajukan perdamaian, Hakim yang ditunjuk bertindak sebagai fasilitator yang membantu para pihak dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data-data dan argumentasi para pihak dalam rangka persiapan kearah perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin A. Tumpa, Arbitrase dan Mediasi , Jakarta, Kerjasama MARI dengan Pusat Pengkajian           Hukum, 2003.
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Kriekhoff, Valerine J.L, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Jakarta, Gramedia Pustaka 1999.
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utana, 2001.

Alamat URL: http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/4%20Mahyuni.pdf

Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)

Riview : KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG HUKUM PERDATA



Riview : KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG HUKUM PERDATA
Andreas Bintoro Dewanto
Dosen Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi-Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK
Uraian ini berusaha menunjukkan arti penting gagasan Kollewijin tentang unifikasi Hukum Perdata Internasional. Sudargo Gautama sangat mendukung perwujudan gagasan ini. Bagi dia, keikutsertaan Indonesia dalam konverensi-konverensi Internasional bukanlah masalah gengsi akan tetapi masalah kebutuhan nyata. Amerika Serikat memberikan sumbangan besar dalam penerimaan Konvensi tentang Administrasi Nasional dari warisan-warisan dan konvensi tentang Product Liability.

LATAR BELAKANG
 Dalam pidato Dies Universitas Indonesia pada tanggal 10 Februari 1973, Sudargo Gautama mengingatkan kembali kepada gagasan yang pernah diucapkan oleh Kollenwijn 44 tahun sebelumnya. Gagasan kollewijn ini bnyak dibicarakan oleh para pakar lainnya dan bahkan prinsip-prinsip yang dikedepankannya itu diterima dalam lingkungan kerjasama unifikasi di bidang hukum perdata internasional pada Konverensi Hukum Perdata Internasional di Den Haag.
            Dalam bidang Hukum Perdata mengenal dua prinsip yaitu:
1.      Prinsip nasionalitas yang mengkaitkan status personil seseorang kepada hukum nasionalnya. Artinya hukum yang ditentukan oleh kewarganegaraannya.
2.      Prinsip domisili yang menentukan bahwa domisili atau tempat kediaman seseorang menurut hukumlah yang menentukan status personilnya.

Banyaknya sistem hukum perdata innternasional sama dengan banyaknya Negara yang merdeka didunia ini. Sistem hukum yang dianut di tiap Negara bersifat nasional dan seringkali berbeda atau bertentangan satu sama lain. Ada dua cara unifikasi yang kita kenal ialah:
1.      Mengunifikasikan seluruh sistem hukum Negara-negara yang turut menandatangani suatu konvensi yang berkaitan dengan masalah inifikasi ini.
2.      Menyeragamkan kaidah-kaidah hukum internasionalnya saja. Untuk masalah tertentu dipakai kaidah-kaidah hukum perdata internasional yang sama, maka persoalan hukum perdata internasional akan diselesaikan dengan seragam.

PEMBAHASAN
Unifikasi HPI suatu Usaha yang Mulia
            Usaha untuk mewujudkan Unifikasi Hukum Perdata Internasional telah dimulai sejak tahun 1893 di Den Haag. Konverensi-konverensi HPI di Den Haag pada mulanya masih bersifat konverensi diplomatik untuk menjajaki kemungkinan mengadakan unifikasi kaidah-kaidah HPI.  
            Banyaknya kaidah yang tercantum dalam konvensi yang diterima oleh konverensi-konverensi Den Haag, diikuti bukan sja oleh Negara peserta, tetapi juga Negara yang bukan peserta. Dibawah ini dituliskan beberapa konvensi yang bertujuan melancarkan lalu lintas hukum internasional (rechtsverkeer):
1.      Convention on the taking of evidence aboard in Civil or Comemersial matters (1986).
2.      Convention relating to civil procedure (1954).
3.      Convention on the Service Aboard of Judical and Extrajudicaial document incivil or commercial matters (1965).
4.      Convention abolishing the requirement of legilisation for foreign public documents (1961).
5.      Convention on the recognition ang execution of foreign judgements in civil and commercial matters (1966) and Supplementary Protocol.
6.      Convention on Testamentary dispositions (1961).
7.      Convention on the choice of court (1965).

Indonesia dan Konverensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XI
            Indonesia untuk pertama kalinya turut serta sebagai pengamat dalam Konverensi Den Haag XI untuk HPI. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Sudargo Gautama dan anggota lainnya ilah Teuku M. Radhie, Situmorang, Ko Swan Sik. Ada 4 komisi dalam siding XI Konverensi Den Haag ini yaitu:
1.      Komisi I           : Konvensi tentang pengakuan perceraian dan hidup terpisah.
2.      Komisi II          : Tentang hukum yang berlaku untuk kecelakaan Internasional.
3.      Komisi III         : Tentang cara-cara pembuktian diluar negeri.
4.      Komisi IV         : Tentang maslah-maslah umum dan di masa yang akan dating.
Konvensi- konvensi hasil kerja komisi tersebut kemudian dituangkan dalam Final Act yang ditanda tangani oleh semua  anggota yang hadir, termasuk juga pengamat dari Indonesia. Prof. S., Gautama berpendapat bahwa kita perlu memperhatikan dan mengkaji dengan seksama semua hasil inifikasi konverensi-konverensi HPI Den Haag dan memilahkan mana yang dapat diterima dan dimanfaatkan Negara kita.
Dengan bertambahnya keanggotaan timbullah optimism untuk mencapai unifikasi sedunia pada peraturan Hukum Perdata Internasional. Secara operasional, tujuan ini  hendak dicapai melalui konvensi internasional di kalangan anggotanya.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Internasional
            Sejak adanya penanaman modal asing di Indonesia, sejak itu adanya suatu perjanjian yang bersifat internasional yang termasuk dalam Hukum Perdata Internasional.

Pilihan Hukum
            Pada awalnya orang menyepakati bahwa dalam perjanjian internasional, hukum yang berlaku ialah hukum yang dipilih oleh para pihak sendiri. Para sarjana semua setuju bahwa hukum telah dipilih oleh para pihak yang pertama-tama harus dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional.

Batas-batas
            Pilihan hukum ini ada batasnya, yaitu yang dikenal dengan istilah “ketertiban” dalam HPI. Ketertiban hukum ini ada batasnya, yaitu hanya dipakai sebagai perisai sebagai perisai bukan sebagai pedang.
           
Konverensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XII (1972)
            Pada Konverensi Hukum Perdata Internasional ini, Indonesia masih sebagai pengamat. Para pihak banyak berharap bahwa nantinya Indonesia akan menjadi anggota penuh. Semula konverensi Den Haag mempunyai tujuan untuk secara progresif mengadakan unifikasi dan kodifikasi Hukum Perdata Internasional.
Dibawah ini duraikan konvensi secara singkat yang penting hasil konverensi HPI Den Haag XII.
Konvensi tentang administrasi Internasional dari warisan-warisan. Konvensi ini merupakan hasil perjuangan yang lama, sebab sudah sejak tahun 1960 masalah ini telah disarankan untuk dibahas. Kesulitan pengurusan harta warisan timbul, karena pengaturan tentang hal ini di berbagai Negara berbeda-beda. Di Negara Common Law, pengadilan secara aktif mengurusnya, sedangkan di Civil Law, pengadilan bersifat pasif.

Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Products Liability
            Konvensi tentang products liability juga merupakan bukti sumbangan besar diberikan A.S di bidang HPI. Dalam konvensi Den Haag tahun 1972 tentang hukum yang berlaku untuk product liability ditentukan bahwa hukum yang berlaku ialah hukum intern dari Negara setempat terjadinya perbuatan melanggar hukum yang bersangkutan.

Konvensi tentang Pengakuan dan Pengakuan dan Pelaksanaan  dari Keputusan-keputusan Kewajiban Membayar Alimentasi
            Konvensi mengenai kewajiban membayar alimentasi ini merupakan kelanjutan dari konvensi 1956 yaitu konvensi mengenai persoalan hukum mana yang harus diberlakukan dan konvensi mengenai pengakuan dan pelaksanaan keputusan-keputusan alimentasi tersebut.

Daftar Pustaka
Gautama, S. (1983), Capita Selecta Hukum Perdata Internsional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1985), Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1986), Indonesia Dan Arbitrase Internasional, Bandung : Alumni.
Gautama, S. (1987), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta : Binacipta.
Gautama, S. (1987a), Hukum Perdata Internsional Indonesia_,Jilid II bagian 2 Buku kedelapan, Bandung : Alumni.
________, Majalah Interview, Edisi 19,30 Januari 2001.

Almat URL: http://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/8-15-1-pb.pdf

Nama Anggota Kelompok:
1.      Aristya Grace Novanda (21212154)
2.      Agustiarini (20212406)
3.      Melisa Maria (24212545)