MAKALAH
HUKUM
PAJAK
HUKUM
PAJAK INTERNASIONAL
DISUSUN
OLEH:
ARISTYA
GRACE NOVANDA
21212154
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
AKUNTANSI
2016
PENDAHULUAN
Indonesia adalah bagian dari dunia
Internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya
guna mengadakan transaksi-transaksi yang saling menguntungkan antar negara.
Transaksi internasional berupa impor barang dari luar negeri, ekspor barang ke
luar negeri, adalah merupakan bagian dari transaksi perrdagangan internasional.
Transaksi tersebut tentu mengakibatkan salah seorang penduduk dari salah satu
negara tersebut memperoleh penghasilan. Penduduk yang memperoleh penghasilan
tersebut disebut subjek pajak, sedangkan hasil yang diperoleh adalah objek
pajak.dunia yang
serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat
mengasingkan diri dari pergaulan internasional. Pergaulan antar negera-negara
yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur.
Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara
negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut
“hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum
bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect,
droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari
istilah Romawi: ius gentium. Modernisasi nama itu membawa pula perubahan
dalam artinya, yang kemudian hanya ditunjukkan kepada himpunan
peraturan-peraturan yang bersangkutan saja; dengan perkataan lain lambat laun
berubahlah tugasnya, sehingga dapatlah kini dikatakan bahwa hukum antar negara
adalah hukum yang mengatur pergaulan internasional. Dalam pada ini tidaklah
dapat dibantah-bantah lagi, bahwa kepentingan bersama dari semua negara seperti
perdamaian, keamanan, keadilan, kemakmuran, cooperation dan sebagainya,
menghendaki dengan mutlak adanya sopan santun dalam pergaulan antar negara yang
merupakan peraturan-peraturan hukum.
Demikian
pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya
sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang
kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pajak internasional adalah
kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik
sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda). Perpajakan internasional merupakan studi atau
penentuan pajak atas subjek orang atau bisnis dengan hukum pajak negara yang berbeda atau aspek-aspek internasional dari hukum pajak negara individu. Pemerintah biasanya membatasi ruang lingkup pajak pendapatan mereka dalam beberapa cara teritorial atau menyediakan untuk offset dengan perpajakan yang berkaitan dengan pendapatan ekstrateritorial.
Pengertian hukum pajak ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
- Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
- Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
- Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan
yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak nasional akan
diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma
yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya
maupun subjeknya.
B. Kedaulatan
Hukum Pajak Internasional
Berbicara
masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak Internasional
Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada subjeknya dan
objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang
atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada
dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun demikian,
Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang
berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal
terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
UU
No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun
2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar negeri
yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti,
sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto.
Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing
dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam
hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan
sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur
kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang
ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara
lain. Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan
sebagai spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai
kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.
C.
Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional
Prof. Dr.
Rochmat Soemito dalam bukunya “Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di
Indonesia”, menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional,
yaitu:
- Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.
- Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun multilateral.
- Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan
dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H.
menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
- Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara
- Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.
- Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda, untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing, untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing.
D. Terjadinya
Pajak Berganda Internasional
Pajak
berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum
internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar
dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda
internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling
menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di
negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar
daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang
terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara
yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan
memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari
pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena
atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari
satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang
dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa
ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:
- Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi karena domisili rangkap, kewarganegaraan rangkap dan bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
- Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
- Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold wide incom, sedangkan di negara domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.
E. Cara
Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Ada dua cara
untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai
berikut:
a.
Cara Unilateral
Cara
ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda
dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini
merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah
pemungutan pajak dalam suatu UU.
b. Cara
Bilateral atau Multilateral
Cara
Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara
yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian
yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral
dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat
atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral
tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara
mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya
sendiri.
F. Perjanjian
Dalam Pajak Berganda Internasional
Perjanjian
seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan
persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan peretujuan
pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya
dengan beberapa macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang
keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari
negara-negara yang mengadakan persetujuan.
Prosedur
dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena
bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena
lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau
resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.
Ketentuan-ketentuan
penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian pajak berganda secara
singkat adalah sebagai berikut:
- Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.
- Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
- Sengketa internasional.
- arti tempa kediaman fiskal.
G. Kedudukan
Hukum Perjanjian Perpajakan
Bagaimana
kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia
dengan negara lain? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian
perpajakan antar negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat
(1) UUD 1945 beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu
saja akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan
kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia
dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi
persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan
hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang
PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU
Perpajakan Nasional.
KESIMPULAN
Hukum Pajak
Internasional merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya
unsur asing, baik mengenai subjek maupun objeknya. Dan para ahli hukum pajak
juga banyak memberikan definisi tentang hukum pajak internasional salah satunya
yaitu; Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak menulis buku tentang
perpajakan.
Kemudian
sumber-sumber hukum pajak internasional terdiri dari:
- Hukum Pajak Nasional.
- Traktat
- Keputusan Hakim Nasional.
Dan kedudukan
Hukum Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang
PPh, kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Santoso,
Brotodihardjo. (2003). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Refika
Aditama
Soemitro,
Rochmat. (1965). Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di Indonesia.
Bandung: PT. Eresco
Wirawan, Ilyas
B, dkk. (2007). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar