REVIEW : LEMBAGA DAMAI
DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN
Mahyuni
Fakultas Hukum Universitas Lambung
Mangkuran Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry
Banjarmasin
mahyuni pasca@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penerapan dewan konsiliasi ddalam
kasus sipil sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi semua pihak
dan juga membatasi proses kasasi, baik proses kasasi secara substansial mauoun
procedural. Hal ini dilakukan untuk mendamaikan pihak yang berpakara seperti
halnya yang tertuang dalam Pasal 130 HIR/154 R.Bg. Mahkamah Agung melalui
instruksi Mahkamah Agung No. I/2002 telah memerintahkan para hakim agar menjadi
penengah dalam dewan konsiliasi dan memberikan saran yang menguntungkan bagi semua
pihak untuk menyelesaikan perselisihan.
PENDAHULUAN
Sengketa adalah hal yang terjadi
antara dua pihak atu lebih, karena adanya salah satu pihak yang merasa tidak
puas atau merasa dirugikan . Menurut Laura Nader dan Harry F.Todd, menentukan
tahapan suatu sengketa, yaitu:
1. Pertama, pra konflik, yang mendasari
rasa tidak puas seseorang.
2. Kedua, konflik keadaan dimana para
pihak menyadari atau mengetahui tentang, adanya perasaan tidak puas tersebut.
3. Ketiga, sengketa dimana konflik
tersebut dinyatakan di muka umum atau dengan melibatkan pihak ketiga.
Pihak-pihak yang bersengketa diberi
kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang
dikehendaki, apakah akan diselesaikan melalui jalur litigasi ( pengadilan)
ataupum melalui jalur non-litigasi (di luar pengadilan) dengan menggunakan ADR(
Alternatif Dispute Resolution).
Penyelesaian perkara
dengan menggunakan ADR mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Penyelesaian
sengketa secara litigasi (melalui pengadilan) dianggap terlalu lama dalam proses
penyelesaian perkara yang dalam dunia bisnis dianggap tidak menguntungkan dan
tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu metode untuk menyelesaikan
sengketa afektif dan efisien adalah dengan ADR karena memiliki sistem
penyelesaian sengketa dengan cepat adalah biaya murah. Alternatif penyelesaian
sengketa adalah pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan
cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri.
Penyelesaian dapat dilakukan sendiri oleh para pihak dalam bentuk negoisasi,
dapat pula melalui bantuan pihak ketiga yang netral di luar para pihak yang
disebut mediasi, lembaga damai atau konsiliasi melalui arbitrase. Cara
penyelesaian sengketa yang dipilih dengan penerapan Lembaga Damai dalam proses
perkara perdata dipengadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan keputusan bagi
masyarakat pencari keadilan dan dalam rangka pembatasan perkara kasasi yang
menumpuk di Mahkamah Agung.
Lembaga Damai atau Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa alternative yang melibatkan pihak ketiga atau lebih, di
mana pihak ketiga yang diikutsertaan untuk menyelesaikan sengketa adalah
seseorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliasi berasal dari bahasa
Inggris “ Conciliation “ yang berarti perdamaian. Konsiliasi adalah cara
penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur
konsiliasi dilaksanakan secara sukarela. Artinya para pihak dapat menempuh cara
ini apabila kedua belah pihak setuju, dan pelaksanaannyabersifat rahasia.
Konsiliasi pihak-pihak yang bersengketa. Pelaksanaan
konsiliasi ini dapat dilaksanakan pada tiap tingkat peradilan yang sedang
berlangsung, baik diluar maupun didalam pengadilan asalkan sengketa tersebut
belum mendapat putusan hakim yang diberikan oleh beberapa pakar hukum
dinegara-negara Eropa yang mengatakan bahwa konsiliasi adalah langkah awal
perdamaian.
Adapun
tahap-tahap konsiliasi yang diterapkan oleh ICC sebagai berikut :
1. Setelah permohonan diterima oleh
secretariat ICC, kepaniteraan pengadilan segera memberitahukan kepada pihak
lawan tentang adanya permohonan konsiliasi tersebut.
2. Jika ia bermaksud berartisipasi dalam
konsiliasi tersebut, maka ia segera memberitahukan kepaniteraan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan.
3. Jika para pihak setuju diadakan penyelesaian
sengketa dengan konsiliasi, maka kepaniteraan pengadilan segera menunjukkan
seorang konsiliator untuk bertindak dlam menyelesaikan sengketa yang mereka
hadapi.
4. Selanjutnya konsiliator segera
memberitahukan kepada para pihak tentang penunjukkannya dan menetapkan batas
waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi masing-masing.
5. Konsiliator menentukan proses
konsiliasi harus dijaga dan juga setiap saat dapat diminta kepada salah satu
pihak yang bersengketa untuk menyerahkan informasi tambahan yang diperlukan
dalam rangka penyelesaian sengketa.
6. Sifat kerahasiaan proses konsiliasi
harus dijaga dan harus dihormati oleh setiap orang yang terlibat dalam proses
konsiliasi, apapun kapasitasnya.
7. Proses konsiliasi berkahir
berdasarkan persetujuan para pihak yang bersengketa, persetujuan ini juga harus
tetap bersifat rahasia kecuali ada kesepakatan lain.
ADR di pengadilan dalam
bentuk konsiliasi biasanya dihubungkan dengan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang
berisi sebagai berikut:
1. Jika pada hari yang ditentukan, kedua
belah pihak dating, maka Pengadilan Negeri mencoba dengan perantaraan keduanya
akan memperdamaikan mereka.
2. Jika perdamaian yang demikian itu
terjadi maka tentang hal-hal yang diperdamaikan diperbuat sebuah akte, dan
kedua belah pihak diwajibkan untuk mentaati perjanjian yang diperkuat itu, dan
surat (akta) itu akan berkekuatan hukum dan akan diperlakukan sebagai putusan
hakim yang biasa
3. Tentang keputusan yang demikian itu
tidak diizinkan orang minta apel.
4. Jika pada waktu dicoba akan
memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu memakai seorang juru bahasa, maka
dalam hal itu
Dituntut peraturan pasal 1851 KUH. Akta yang dimaksud adalah akta van vergelijk atau akta van dading.
Konsiliasi yang tidak mengikat adalah
hal yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan apabila permasalahannya
melibatkan para ahli atau masalah hukum, bukan mempermasalahkannya melibatkan
para ahli atau masalah hukum bukan mempermasalahkan hal tanggung jawab. Pihak
dalam berselisih tersebut adalah badan pemerintah tau pemberi jaminan, para
pihak bermaksud untuk tetap menjaga masalahnya tertutup dan rahasia.
PENUTUP
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa, penerapan lembaga damai dalam proses perkara dipengadilan
dapat dilaksanakan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 sebagai
berikut: agar semua majelis hakim yang menyidangkan perkara dengan
sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130
HIR/154 R.Bg tidak hanya sekedar formalitas mengajukan perdamaian, Hakim yang
ditunjuk bertindak sebagai fasilitator yang membantu para pihak dari segi
waktu, tempat dan pengumpulan data-data dan argumentasi para pihak dalam rangka
persiapan kearah perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin A. Tumpa, Arbitrase dan Mediasi , Jakarta, Kerjasama MARI dengan Pusat
Pengkajian Hukum, 2003.
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2001.
Kriekhoff, Valerine J.L, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Jakarta,
Gramedia Pustaka 1999.
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utana, 2001.
Alamat URL: http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/4%20Mahyuni.pdf
Nama Anggota Kelompok:
1. Aristya Grace Novanda (21212154)
2. Agustiarini (20212406)
3. Melisa Maria (24212545)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar