Nama Kelompok:
1. Ade Agus Kurniawan 20212118
2. Aristya Grace Novanda 21212154
3. Dewi Komala Sari 21212952
4. Dwi Nur Uswatun 22212296
5. Earlyna Rachmonandes 22212348
6. Efinawawi Anastasia 2B215088
7.Herawati Palentina 2B214231
8. Maharaja L Haryadi M 2A212071
9. M. Reza Afandi 2B215064
10. Rendi Winarta 2B215033
11. Stepvany 27212146
12. Yogi Prasetya 28210650
A. BUDAYA
ETIKA (Corporate Culture)
Budaya
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan etika
merupakan sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Dalam perusahaan, hubungan antara pimpinan dengan
instansi merupakan dasar budaya etika.
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang
berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi, yang mana tujuan dari budaya perusahaan ini adalah
untuk meningkatkan kinerja organisasi (perusahaan).
Pemikiran tentang corporate culture ini berawal dari pengembangan ilmu yakni ilmu manajemen,
organisasi dan psikologi industri. Dalam pelaksanaan organisasi perusahaan
diperlukan adanya suatu hubungan yang baik antara semua bidang atau departemen.
Djokosantoso Moeljono
mendefinisikan corporate culture
sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi
sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Menurut Martin
Hann, ada sepuluh parameter budaya perusahaan yang baik antara lain:
1.
Pride of the organization
2.
Orientation towards (top) achievements
3.
Teamwork and communication
4.
Supervision and leadership
5.
Profit orientation and cost awareness
6.
Employee relationships
7.
Client and consumer relations
8.
Honesty and safety
9.
Education and development
10. Innovation
Hubungan antara CEO dengan perusahaan
merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak
harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin
dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Contohnya adalah
hubungan manajemen puncak yang harus berbudaya/beretika/etis dalam perkataannya
maupun tindakannya, sehingga ia dapat menjadi contoh bagi yang lainnya
(khususnya bawahannya) dalam artian bahwa manajemen puncak dapat membuat
seluruh organisasi dan karyawannya dapat menjalankan aktivitas sesuai konsep
etika yang berbudaya dan etis. Maka dari itu, diperlukan beberapa langkah
metode dalam mencapai hal tersebut, yakni:
a.
Corporate
Credo adalah suatu
pernyataan yang ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal:
- Perusahaan terhadap karyawan
- Karyawan terhadap perusahaan
- Karyawan terhadap karyawan lain
Komitmen Eksternal :
- Perusahaan terhadap pelanggan
- Perusahaan terhadap pemegang saham
- Perusahaan terhadap masyarakat
b.
Program
Etika adalah suatu gambaran sistem dari aktivitas yang dirancang untuk mengatur
pegawai melaksanakan Corporate Credo.
c.
Kode
Etik Perusahaan adalah suatu aturan yang mengandung nilai-nilai etis/ etika
dalam menjalankan aktivitasnya. Contohnya IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
A. MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Dalam
mengembangkan struktur etika korporasi perlunya prinsip-prinsip moral etika ke
dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas
korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para
pelaku bisnis sendiri.
Penerapan
ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekedar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah
membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu
mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi
dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa
perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit,
komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang
tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board
Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit,
maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Ada
beberapa masalah etika yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan
praktek-praktek organisasi/perusahaan di tempat kerja, meliputi:
a.
Rasa
hormat, martabat, dan kebebasan perorangan
Masalah ini berhubungan erat
dengan struktur dalam sebuah organisasi. Semakin seseorang memperoleh jabatan
puncak, maka seseorang tersebut secara tidak langsung juga memperoleh martabat
dan rasa hormat yang tinggi dari bawahannya. Namun begitu, bukan berarti
seseorang dengan posisi puncak bisa bersikap semena-mena terhadap bawahannya.
Seorang pegawai juga berhak menerima kebebasan dalam bertindak sesuai dengan hak
dan kewajibannya.
b.
Kebijakan
dan praktek personal
Masalah ini berkenaan dengan
etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan,
pemberhentian dan masalah pensiun anggota organisasi. Praktek-praktek
seperti pengujian pelamar, penaikan pangkat secara eksklusif dalam organisasi,
bersikap berat sebelah kepada kerabat dan kawan dekat, pemberiaan hak prosedur
proses, dan gaji yang sesuai menunjukan beberapa keputusan yang sulit, yang
menyangkut beberapa masalah etika yang mendasar.
c.
Keleluasaan (privacy) dan
pengaruh terhadap keputusan pribadi
Perjanjian implisit dan eksplisit
antara pegawai dengan organisasi yang mempekerjakan mereka, memberi peluang
kepada organisasi untuk mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun, masalah
etika muncul bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan
pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja dalam
organisasi, misalnya segala sesuatu yang terjadi selama masa cuti yang
mempengaruhi citra organisasi, keikutsertaan dalam masalah-masalah publik
seperti kegiatan masyarakat organisasi pelayanan, kontribusi pada badan-badan
amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan politik.
d.
Pemantapan
perilaku
Masalah yang termasuk dalam hal
ini adalah sejauh mana organisasi memiliki hak untuk memaksa anggotanya agar
membeberkan informasi mengenai diri mereka melalui peralatan terselubung,
pemakaian fisiograf dan teskepribadian, serta tes pemakaian obat terlarang.
Anggota organisasi harus memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang sedang
terjadi untuk dapat memberikan keputusan yang cerdas mengenai konsekuensinya
dan prosedur yang terlibat. Anggota organisasi tidak boleh dipaksa untuk
melakukan kegiatan pembeberan informasi, tetapi mereka harus diberi informasi
sepenuhnya sehingga setuju memberikan informasi secara sukarela.
e.
Kualitas
lingkungan kerja
Hal ini meliputi sejumlah besar
kegiatan, termasuk masalah-masalah kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil
dan anak-anak, serta hubungan pegawai-manajer. Bahaya di tempat kerja yang
mengakibatkan cacat sering ditemukan. Selain dari bahan-bahan toksis dan
berbahaya sebagai sumber ancaman bagi kesehatan dan keamanan, stress di tempat
kerja mungkin besar perananya terhadap penurunan kualitas kehidupan kerja
anggota organisasi. Oleh sebab itu, seorang pimpinan atau manajer dituntut
untuk menciptakan suatu iklim yang menghargai anggota organisasi dan mendukung
produktivitas optimal. Gaya kepemimpinan yang menghindari percekcokan dan
manuver politis mungkin merupakan gaya kepemimpinan yang paling etis.
B.
KODE PERILAKU KORPORASI
Kode perilaku korporasi (Corporate
Code of Conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi
setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode
perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan
lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam
menjalankan usahanya.
Di dalam Perilaku korporatif peran
pemimpin sangat penting antara lain,
-
First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja,
-
Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan
budaya kerja secara konsisten dan konsekuen,
-
Role Model,
teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja dan
-
Pencetus dan Pengelola, strategi dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.
Kode perilaku korporasi (Corporate
Code of Conduct) juga dapat diartikan sebagai pedoman internal
perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen,
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat
dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan
sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Corporate
Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam
bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait
erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku
perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam
mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Corporate Code of Conduct.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·
Code
of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·
Code
of Conduct
(Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang
harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·
Board
Manual,
Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban,
Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi
serta panduan Operasional Best Practice.
·
Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip
tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·
An Auditing Committee Contract – arranges the
Organization and Management of the Auditing Committee along with its
Scope of Work.
·
Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi
dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
C. GOVERNANCE SYSTEM
Merupakan suatu sistem hukum dan suara pendekatan dimana
suatu perusahaan diarahkan dan dikontrol berfokus pada struktur internal maupun
eksternal suatu perusahaan dengan tujuan memantau tindakan manajemen dan
direksi badan dan risiko sehingga mengurangi yang mungkin berasal dari
perbuatan pejabat-pejabat perusahaan.
Jadi, dapat disimpulkan Governance System adalah
suatu aturan, batasan dan sistem yang di rancang untuk melakukan pengarahan
serta pengendalian secara internal dan eksternal guna mengantisipasi suatu
perbuatan yang tidak diinginkan dan kecurangan yang dapat terjadi pada
perusahaan.
Dalam
pelaksanaannya terdapat empat unsur yang tak dapat dipisahkan dari Governance
System, yakni:
a)
Commitment
on Governance adalah sebuah komitmen
di bidang perbankan yang dilandasi prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan
atau perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan perusahaan.
b)
Governance
Structure adalah struktur
kekuasaan yang dijalankan dengan persyaratan sesuai peraturan perundangan yang
berlaku yakni berupa persyaratan suatu transaksi yang diijinkan oleh pejabat
yang ada di Bank.
c)
Governance
Mechanism adalah suatu
peraturan dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan, yakni pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat Bank.
d)
Governance
Outcomes adalah suatu hasil
dari pelaksanaan baik dari cara-cara atau praktek-praktek maupun aspek hasil
kinerja yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja yang diinginkan (tersebut).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar