Kasus :
Adanya motivasi dilakukannya penelitian ini adalah
karena teori-teori yang berkaitan dengan dampak pengadopsian IFRS terhadap income smoothing masih mempunyai
dukungan yang sangat kurang sehingga peneliti memandang masih perlu adanya dukungan
teori atas fenomena dampak pengadopsian IFRS terhadap income smoothing ini.
Selain itu, makin maraknya multinational company yang
beroperasi di negara-negara Asia menyebabkan
tuntutan panggunaan standar pelaporan yang berlaku
secara internasional. Sementara dalam hal konvergensi IFRS, negara-negara di
Asia terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah negara yang sudah
menerapkan IFRS, contohnya : Singapura. Kelompok kedua adalah negara yang
sedang dalam tahap pengadopsian IFRS, contohnya : Indonesia. Sedangkan kelompok
ketiga adalah negara yang tidak mengatur tentang penerapan IFRS, contohnya: Cina.
Adanya perbedaan dalam menyikapi tuntutan konvergensi IFRS ini menambah
ketertarikan penulis untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini.
Pembahasan :
IFRS (International Financial Reporting
Standard)IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang
disusun oleh International Accounting Standards
Board (IASB),yang pada awal terbentuknya bernama
International Accounting Standards Committee(IASC).
IASC dibentuk di London, Inggris pada tahun
1973 di saat sedang terjadi perubahan mendasar pada
peraturan berkaitan dengan akuntansi.
Natawidyana (2008) menyatakan bahwa sebagian besar
standar yang menjadi bagian dari IFRS
sebelumnya merupakan International Accounting
Standars(IAS). Berdasarkan I
FRS untuk Komite Audit, ada beberapa pertimbangan
untuk membuat laporan keuangan berdasarkan IFRS, antara lain :
1.Perusahaan-perusahaan multinasional akan mendapat
keuntungan dari digunakannya sistem
pelaporan keuangan yang sama
2.IFRS akan mempermudah dalam memperbandingkan
laporan keuangan diantara beberapa
perusahaan
3.IFRS dimaksudkan untuk memfasilitasi investasi
antar negara dan akses terhadap pasar modal secara global. Secara umum,
negara-negara di Asia terbagi dalam tiga kelompok dalam hal konvergensi
IFRS. Kelompok pertama adalah negara-negara yang
sudah menerapkan IFRS, seperti Hong Kong dan Singapura. Kelompok kedua adalah
negara-negara yang sedang dalam tahap pengadopsian IFRS, seperti Korea, Jepang,
Thailand, Malaysia, Indonesia, dan India. Sedangkan kelompok ketiga adalah
negara yang tidak mengatur tentang penerapan IFRS, seperti Cina dan
Vietnam.Penelitian ini akan mengambil sampel satu negara dari masing-masing
kelompok tersebut.Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan dari negara Indonesia, Singapura, dan Cina.
Manajemen LabaSchipper (1989) mendefinisikan
manajemen laba sebagai suatu intervensi yang memiliki tujuan tertentu dalam
proses pelaporan keuangan eksternal demi mendapatkan keuntungan
pribadi. Manajemen laba akan mengakibatkan laba tidak
sesuai dengan realitas ekonomi yang
ada sehingga kualitas laba yang dilaporkan menjadi
rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi
lebih karena keinginan manajemen untuk
memperlihatkan sedemikian rupa sehingga kinerjanya
dapat terlihat baik.
Ada beberapa bentuk manajemen laba yang dapat
dilakukan manajer, antara lain (Scott,
2009) :
1.Taking a bath
Taking a bath dilakukan
denganmengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian
periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan
biaya mendatang, akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi.
2.Income minimization
Dilakukan pada saat perusahaan
mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang
diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode
sebelumnya.
3.Income maximization
Dilakukan pada saat laba menurun.
Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang lebih besar.
4.Income smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara
meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
Income Smoothing
Seperti diuraikan di atas, salah satu bentuk
manajemen laba adalah income smoothing. Eckel (1981) menyebutkan bahwa ada 2
(dua) jenis income smoothing, yaitu
natural smoothing dan intentionally smoothed by
management.
Natural smoothing menunjukkan pendapatan yang secara
alamiah mempunyai fluktuasi pendapatan yang rendah, sehingga bisa dikatakan
merata. Sedangkan intentionally smoothed by management
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah income smoothing
yang dilakukan oleh manajemen dengan secara aktual mengevaluasi dan menentukan
transaksi yang akan diambil atau tidak berdasarkan pengaruh perataannya pada
pendapatan
(smooth effect),sedang artificial smoothing adalah smoothing
yang dilakukan oleh manajemen untuk
memperbaiki penampilan laporan keuangan dengan
memanipulasinya. Manipulasi ini tidak mencerminkan transaksi yang menjadi dasar
laporan (underlying transaction)
Kualitas Audit
De Angelo (1981) dalam Djamil (2010) mendefinisikan
audit quality (kualitas audit)
sebagai probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara kualitas audit dengan ukuran
perusahaan audit. De Angelo (1981)
berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung
berhubungan dengan ukuran dari
perusahaan audit, dengan proksi untuk ukuran
perusahaan audit adalah jumlah klien. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit
yang besar akan berusaha untuk menyajikan
kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan audit yang kecil. Caramians dan
Lennox (2008) dalam Tsalaouvotas et al.(2010)
menyatakan bahwa big 5 audit firms memiliki jam kerja yang lebih tinggi (audit
efforts) daripada kantor audit yang non big 5, sehingga dengan jam kerja yang
lebih tinggi ini ditemukan bahwa earning management yang mempengaruhi kualitas
akuntansi semakin rendah. Hipotesis Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
meneliti pengaruh standar
akuntansi, terutama dengan diadopsinya IFRS (baik
secara sukarela maupun diwajibkan) terhadapkinerja keuangan perusahaan. Barth
et al.(2008) meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS
dengan menggunakan sampel sebanyak 327 perusah
aan di 21 negara yang telah mengadopsi IAS secara
sukarela antara tahun 1994 dan 2003. Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa
setelah diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi
nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu,
dibandingkan dengan masa sebelum transisi di mana
akuntansi masih berdasarkan local GAAP.
Morais dan Curto (2008) meneliti apakah pengadopsian
IFRS di Portugal berdampak terhadap meningkatnya kualitas laba dan relevansi
nilai dari data akuntansi dari 34 perusahaan Portugal yang terdaftar di bursa
sebelum pengadopsian IFRS (tahun 1995-2004) dan setelah pengadopsian IFRS
(tahun 2004-2005). Mereka menemukan bahwa selama periode ketika perusahaan
mengadopsi IFRS, perusahaan lebih sedikit melakukan earning smoothing. Iatridis
dan Rouvolis (2010) meneliti dampak transisi dari Greek GAAP dan IFRS terhadap
laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Yunani yang terdaftar di bursa.
Penelitian ini menemukan bahwa meskipun dampak pengadopsian
IFRS pada tahun pertama pengadopsian kurang baik, yang mungkin diakibatkan
biaya transisi ke IFRS, namun kualitas laporan keuangan perusahaan mengalami
peningkatan yang signifikan pada periode-periode selanjutnya.
Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) meneliti apakah
pengadopsian IFRS secara sukarela ada hubungannya dengan manajemen laba yang
lebih rendah. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan
-perusahaan di Jerman dari tahun 1999 sampai 2001.
Penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan yangmengadopsi IFRS secara sukarela
memiliki discretionary accrual yang lebih tinggi dan hubungan negatif antara
akrual dan arus kas operasi yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang
membuat laporan dengan menggunakan German GAAP. Jeanjean dan Stolowy (2008)
meneliti dampak keharusan mengadopsi IFRS terhadap manajemen laba dengan
mengobservasi 1146 perusahaan dari Australia, Prancis, dan UK mulai tahun 2005
hingga 2006. Mereka menemukan bahwa manajemen laba di negara-negara tersebut
tidak mengalami penurunan setelah adanya keharusan mengadopsi IFRS, dan bahkan
meningkat untuk Prancis. Lin dan Paananen (2007) meneliti karakteristik
akuntansi perusahaan-
perusahaan di Jerman yang membuat pelaporan
keuangan berdasarkan IAS selama tahun 2000-
2002 (periode IAS)serta IFRS selama tahun 2003-2004
(periode IFRS secara sukarela) dan 2005-2006(periode IFRS sebagai keharusan).
Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa terjadi penurunan
kualitas akuntansi setelah adanya keharusan pengadopsian
IFRS pada tahun 2005 dan mengindikasikan tidak ada peningkatan pada kualitas
akuntansi, bahkan dapat dikatakan kualitas
akuntansi memburuk dari waktu ke waktu.
Chen et al. (2010) meneliti pengaruh IFRS terhadap
kualitas akuntansi di negara-negara Uni Eropa. Mereka membandingkan kualitas
akuntansi dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa di 15 negara
anggota Uni Eropa sebelum dan setelah dilakukannya pengadopsian IFRS secara
penuh pada tahun 2005. Penelitian ini menggunakan lima indikator sebagai proxy
bagi kualitas akuntansi, dan menemukan bahwa terjadi peningkatan pada sebagian besar
indikator tersebut setelah pengadopsian IFRS di Uni Eropa. Hal ini ditunjukkan
dengan lebih sedikitnya pengaturan laba dengan target tertentu,
absolute discretionary accrual yang jauh lebih
rendah, dan kualitas akrual yang lebih tinggi. Namun, penelitian ini juga
menemukan bahwa perusahaan lebih banyak melakukan earning smoothing dan lebih
tidak tepat waktu dalam mengakui kerugian yang nilainya besar pada periode
setelah IFRS.